Sabtu, 28 Maret 2020

MAKALAH NABI ZAKARIA A.S



MAKALAH
RIWAYAT HIDUP NABI ZAKARIA A.S
Mapel Aqidah Akhlaq


 













Nama : Winda Aprilia Putri
Kelas : XI



MTS AL IKHLAS NEGLASARI


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatuwahi wabarokaatu, segalah puji kita panjatkan kehadirat Allah SWT,karna atas segalah rahmat dan hidayahnya sehingga makalah agama ini bisa terselesaikan.tak lupa sholawat serta salam kita panjatkan kepada junjungan Nabi besar kita Muhammad SAW dan keluarganya, sahabatnya, beserta pengikutnya sampai akhir zaman amin ya robal alamin.
Berkat rahmat allah yang maha kuasa kami dapat menyelesaikan makalah ini yang merupakan salah satu tugas dari ibu guru bidang studi agama tentang “sejarah hidup nabi Zakaria A.S”. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak sekali terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini dan kepada ibu guru agama yaitu ibu ani. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kami khususnya pada dunia pendidikan.

Penyusun







DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN………………………………………………………………………….
BAB II
1.1 PENGANTAR…………………………………………………………………………..
1.2 KEHIDUPAN NABI ZAKARIA……………………………………………………….
1.3 DAKWAH NABI ZAKARIA…………………………………………………………..
1.4 DO’A ZAKARIA UNTUK MEMPEROLEH ANAK………………………………….
1.5 KABAR KELAHIRAN NABI YAHYA……………………………………………….
1.6 RIWAYAT TENTANG KEMATIAN NABI ZAKARIA……………………………..
1.7 WASIAT NABI ZAKARIA DAN NABI YAHYA……………………………………
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………..










BAB I

Pendahuluan
            Sejarah merupakan sumber pembelajaran bagi umat manusia bagi masa sekarang dan masa depan, untuk tidak melakukan kesalahan atau perbuatan yang menyebabkan kerusakan yang pernah dilakukan pada masa lalu. Karena sejarah memberikan gambaran sebab akibat suatu hal, juga memberikan manusia inspirasi untuk berusaha menjadi yang terbaik.
            Dan sama halnya dengan fungsi shiroh nabi, dituliskan dan diceritakan di dalam                       Al-qur’an sebagai sarana untuk pembelajaran dan evaluasi agar kita tergolong orang-orang yang selalu berada di jalan-Nya yang selalu melakukan amalan-amalan baik, yang selalu mengingat-Nya, bukan malah tergolong orang-orang yang merugi yang merusak. Maka dari itu sangat harus bagi umat muslim memepelajari akan shiroh-shiroh nabi dari yang diceritakan secara lengkap dalam Al-Qur’an hingga yang tersirat di dalam Al-Qur’an. Rasul dan nabi yang wajib diketahui ada 25, dan dari masing-masing shirohnya terdapat hikmah yang sangat berharga untuk dipetik oleh kita.
            Karena pada realitanya sekarang shiroh nabi hanya dianggap dongeng belaka atau malah cerita selingan masa lalu yang tak ada artinya. Sungguh sangat disayangkan, padahal bila dikaji ulang lebih jauh lagi problematika yang terjadi saat ini di dunia ini,semuanya pernah terjadi pada kehidupan nabi-nabi pada zaman dahulu. Dan solusinya jelas telah terbukti ampuh untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Lalu mengapa umat manusia tidak mau belajar dari shiroh-shirohnya?.
            Beranjak dari pemikiran di atas maka diharapkan dengan adanya makalah ini dapat membantu umat muslim untuk lebih mengenali, memahami, dan mengambil hikmah dari shiroh-shiroh nabi yang ada. Agar kita tidak lagi menjadi orang yang tidak tahu apa-apa mengenai sejarah Islam sebagai salah satu jalan untuk mencapai ridho-Nya.














BAB II
I.I  Pengantar


Para nabi dan rasul adalah pemimpin kebenaran dan tonggak ketakwaan yang telah dipilih Allah dari seluruh makhlukNya. Mereka adalah suri teladan yang sempurna, tanda keagungan Allah, serta panutan bagi orang yang teguh dan yang merenungi kebesaranNya. Jalan hidup mereka menggambarkan keimanan yang nyata dalam berbagai bentuknya, seperti kesabaran, keberanian, pengorbanan, dan penebusan. Allah SWT berfirman,  

“Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.” (QS Yusuf 12 : 111)

Tatkala setan selalu berusaha menjerat manusia, Allah SWT mengutus para nabi dan rasulNya sebagai pemberi kabar gembira dan peringatan. Hal ini bertujuan agar manusia tidak memiliki alasan lagi setelah datangnya para Rasul. Allah SWT menguatkan mereka dengan berbagai mukjizat yang agung dan beragam dalil serta bukti yang jelas dan nyata, seperti firmanNya,

“Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti yang nyata dan kami turunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan) agar manusia  dapat berlaku adil.”
(QS Al Hadid 57 : 25)

Setelah menegaskan kedudukan para nabi dan rasul dalam kehidupan kita, Allah SWT menjadikan keimanan kita kepada mereka sebagai salah satu fondasi iman, sebagaimana firmanNya,

“Katakanlah, ‘Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami, dan kepada apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta kepada apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Rabb mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun diantara mereka dan kami berserah diri kepadaNya,’” (QS Al Baqarah 2 : 136)

Bahkan Allah SWT menjadikan  orang yang mengingkari mereka sebagai orang kafir (QS An Nisa  4 : 136). Mereka para insan pilihan sebagian telah disebutkan di dalam Al Qur’an atau Hadits. Allah SWT berfirman,

“Itulah keterangan Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan derajad siapa yang kami kehendaki. Sesungguhnya Rabbmu Maha Bijaksana, Maha Mengetahui. Dan kami telah menganugerahkan Ishaq dan Ya’qub kepadanya. Kepada masing-masing telah kami beri petunjuk dan sebelum itu Kami telah memberi petunjuk kepada Nuh, dan kepada sebagian dari keturunannya (Ibrahim) yaitu Dawud, Sulaiman, Ayub, Yusuf, Musa, dan Harun. Dan demikianlah, Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Dan, Zakaria, Yahya, Isa, dan Ilyas. Semuanya termasuk orang-orang yang saleh. Dan Ismail, Ilyasa’, Yunus, dan Luth. Masing-masing Kami lebihkan (derajadnya) di atas umat lain (pada masanya),”
(QS Al An’am 6 : 83-86)


Nama Nabi
Zakaria atau Zakariyya atau Zakariy
Nasab
Zakaria bin Dan bin Muslim bin Shaduq bin Hasyban bin Dawud bin Sulaiman bin Muslim. Nasabnya sampai ke Rahab’am bin Sulaiman (paling mahsyur)
Perkiraan Periode Sejarah
91 SM – 31M
Perkiraan Tahun diutus
2M
Profesi
Tukang kayu
Sebutan Kaumnya
Bani Israil
Tempat Diutus
Palestina
Penyebutan di dalam Al Qur’an
8 kali
QS Ali Imran : 37-38; QS Al An’am : 85;
QS Maryam : 2 dan 7; QS Al Anbiya : 89
Keturunannya
Nabi Yahya as
Peninggalan & bukti-bukti kenabian
Nabi Zakaria menanggung beban dan merasa kesulitan saat menyampaikan kebenaran kepada umatnya hingga tulangnya menjadi lemah dan rambutnya dipenuhi uban. Lantas, padausianya yang renta, Zakaria memohon kepada Allah agar diberi seorang anak yang akan membantunya meneruskan dakwah di jalan Allah. Allah mengabulkan permohonan itu dengan menganugrahkan Yahya.
Tempat wafatnya
Halab (Aleppo), Syria*

1.2 Kehidupan Nabi Zakaria

Nabi Zakaria as hidup di masa Maryam binti Imran, ibunda Nabi Isa as. Dia merupakan suami dari saudari Maryam, Isyba’. Ada juga yang meriwayatkan bahwa Zakaria adalah suami dari bibi Maryam. Dikisahkan bahwa ibunda Maryam, Hannah, tidak memiliki keturunan. Lalu ia bernadzar jika suatu hari nanti mengandung, maka ia akan menjadikan anaknya sebagai pengabdi di Baitul Maqdis. Lantas ia pun mengandung dan melahirkan Maryam. Maryam berada dalam pemeliharaan Nabi Zakaria dan ia menempatkan Maryam di kamar khusus untuk beribadah di masjid. Tidak ada yang dapat memasuki kamar itu kecuali Maryam.

Nabi Zakaria as memiliki seorang keturunan yaitu Nabi Yahya as. Nabi Yahya adalah sepupu Nabi Isa as. Nabi Yahya as tumbuh dalam kehidupan yang baik, wara’, takwa, dan menjaga kehormatan diri, menjauhi kemewahan dan kenikmatan dunia. Pada usia mudanya, Nabi Yahya as sering berlindung di gurun, memakan belalang untuk menahan lapar, dan merasa cukup dengan rezeki yang diberikan oleh Allah kepadanya. Selain itu, dia juga banyak beribadah, seorang pemimpin, dan wafat dalam keadaan syahid.

Makam Nabi Zakaria dapat dijumpai di sebuah masjid jami’ di Halab (Aleppo), Syria. Ada yang berpendapat ia meninggal secara wajar dan ada juga yang berpendapat ia syahid bersama anaknya, Nabi Yahya as.

1.3 Dakwah Nabi Zakaria as

Nabi Zakaria diutus pada tahun 2M kepada Bani Israil di Palestina. Pada periode itu, sekitar tahun 37SM, penguasa Romawi mengizinkan pembangunan kota Palestina secara otonom. Herodes Al Adumi, seorang gubernur di wilayah al Khalil (Hebron) menjadi raja di negara Yahudi (kerajaan selatan); wilayah yang mengelilingi Yerusalem atau Yudea Romawi. Luas areanya sekitar 3500 mil persegi. Saat itu, Herodes telah mampu merangkul Yahudi. Pada tahun 19 SM, dia membangun Haikal. Negeri ini terlibat stabil dan tenteram selama masa pemerintahannya. Dalam pemerintahannya itu, dia menggunakan nama Romawi hingga dia wafat pada tahun 4M.

Nabi Zakaria as diutus kepada bani Israil ketika kemaksiatan, kemungkaran, kezhaliman, dan kerusakan merajalela di kalangan mereka. Selain itu, raja-raja kejam serta zhalim juga berkuasa di sana dan selalu berbuat kerusakan. Herodes, penguasa Palestina adalah raja yang paling jahat dan suka melanggar. Dialah yang memerintahkan pembunuhan Nabi Zakaria dan Nabi Yahya.

Nabi Zakaria memulai dakwah dengan mengajak kaumnya menyembah Allah dan memperingatkan mereka tentang akibat buruknya perbuatan mereka jika tidak segera bertaubat. Meski sudah renta dan rambutnya memutih, dia terus berdakwah menyeru kaumnya.

1.4 Doa Zakaria as untuk Memperoleh Anak

Nabi SAW diperintahkan Allah untuk menceritakan kisah Nabi Zakaria as dan keadaannya ketika Allah memberikannya seorang anak meskipun ia dan istrinya sudah lanjut usia. Kisah ini diceritakan agar dapat menjadi teladan bagi ummat Islam untuk tidak berputus asa dari karunia dan rahmat Allah. 

“Kaaf Haa Yaa 'Ain Shaad. (Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya, Zakaria. Yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut.” (QS Maryam : 1 – 3)

Qatadah, dalam menafsirkan ayat ini, mengatakan bahwa Allah mengetahui isi hati manusia yang bersih dan mendengar suara meskipun hanya di dalam hati. Sedangkan beberapa ulama salaf lain menafsirkan bahwa Zakaria bangun di tengah malam dan bermunajat dengan suara yang pelan.

“ia berkata, ‘Ya Tuhanku, Sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, Ya Tuhanku. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, Maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera, yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'qub; dan Jadikanlah ia, Ya Tuhanku, seorang yang diridhai." (QS Maryam : 4 – 6)

Saat Zakaria memanjatkan doa dengan berkata, “Ya Tuhanku, ya Tuhanku, ya Tuhanku”, mala Allah menjawab, “Labbaik, labbaik, labbaik”. Ungkapan Zakaria “sungguh tulangku telah lemah dan kepalaku telah dipenuhi dengan uban” memiliki makna usia telah menggerogoti diri Nabi Zakaria dari luar dan dalam.
Nabi Zakaria berdoa dengan penuh keyakinan, “Aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, Ya Tuhanku”. Nabi Zakaria terdorong untuk memanjatkan doa ini setelah melihat keadaan Maryam binti Imran yang selalu terpenuhi kebutuhannya di dalam mihrab, termasuk tersedianya buah-buahan di luar musim. Nabi Zakaria menyimpulkan bahwa Allah juga pasti mampu memberikan anak pada dirinya yang telah lanjut usia.

Al-mawali dalam doa Nabi Zakaria memiliki arti kerabat (anak-anak dari saudara). Nabi Zakaria khawatir kerabat tersebut tidak dapat melanjutkan dakwahnya pada bani Israil. Nabi Zakaria memohon agar ia diberikan keturunan dari tulang sulbinya sendiri, anak yang bertakwa dan selalu menjalankan syariat Allah. Nabi Zakaria juga berdoa mendapatkan anak yang akan mewarisi kenabian sebagaimana pendahulunya, dari keturunan Yaqub, nabi-nabi bani Israil. Warisan Nabi Zakaria bukanlah harta benda melainkan kenabian.  




1.5 Kabar Kelahiran Nabi Yahya as

“Hai Zakaria, Sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia.” (QS Maryam : 7)

Ayat di atas merupakan penjelasan dari firman Allah berikut :

“Kemudian para malaikat memanggilnya, sedang ia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab, ‘Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang putera) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi panutan, berkemampuan menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang Nabi di antara orang-orang saleh’.” (QS Ali ‘Imran : 39)

Saat menerima kabar gembira ini, Nabi Zakaria terkejut sebagaimana Nabi Ibrahim tatkala mendengar kabar kelahiran Ishaq. Dikisahkan bahwa Nabi Zakaria saat itu berusia 77 tahun. Namun, sepertinya lebih tua dari yang disebutkan riwayat tersebut. Istri Nabi Zakaria juga tidak subur, bahkan ketika masih muda.

“Zakaria berkata: ‘Ya Tuhanku, bagaimana akan ada anak bagiku, Padahal isteriku adalah seorang yang mandul dan aku (sendiri) sesungguhnya sudah mencapai umur yang sangat tua.’ Tuhan berfirman: ‘Demikianlah.’ Tuhan berfirman: ‘Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan sesunguhnya telah aku ciptakan kamu sebelum itu. Padahal kamu (di waktu itu) belum ada sama sekali.’”
(QS Maryam : 8 – 9)

Sungguh ini adalah takdir Allah. Hal ini sangatlah ringan bagiNya.

“Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya dan Kami perbaiki (jadikan dapat mengandung) isterinya. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada kami.”
(QS Al Anbiya : 90)
Makna kata $oYósn=ô¹r& (kami perbaiki) adalah Allah menjadikan istri Nabi Zakaria yang sudah tidak haid menjadi haid kembali. Ada juga yang memaknai dengan “Kami perbaiki lisannya agar tidak berkata-kata kotor”. Nabi Zakaria juga diberi tahu tanda-tanda waktu yang tepat untuk mendatangi istrinya dan diperintahkan untuk memperbanyak dzikir di pagi dan sore hari.

“Dia (Zakariya) berkata: ‘Berilah aku suatu tanda’. Allah berfirman: ‘Tandanya bagimu, kamu tidak dapat berkata-kata dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat. dan sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari’.”
 (QS Ali Imran 3 : 41)

Setelah mendapat kabar gembira tersebut, Nabi Zakaria keluar dan menemui kaumnya untuk memperlihatkan kegembiraannya.

“Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka; hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang.” (QS Maryam : 11)

Kata Óyr÷rr'sù (lalu dia memberi isyarat) dalam ayat di atas bermakna perintah yang tersembunyi; tidak dikatakan secara terus terang, bahkan secara tertulis. Sejumlah ulama tafsir mengatakan lidah Nabi Zakaria menjadi kelu, namun bukan penyakit. Nabi Zakaria dapat membaca dan bertasbih, namun tidak dapat berbicara dengan orang lain.

Nabi Yahya as : Sifat dan Keutamaan

“Hai Yahya, ambillah Al kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. dan Kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak, dan rasa belas kasihan yang mendalam dari sisi Kami dan kesucian (dan dosa). dan ia adalah seorang yang bertakwa, dan seorang yang berbakti kepada kedua orang tuanya, dan bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka. Kesejahteraan atas dirinya pada hari ia dilahirkan dan pada hari ia meninggal dan pada hari ia dibangkitkan hidup kembali.”
(QS Maryam : 12 – 15)

Nabi Yahya as memiliki sifat luhur bahkan di usianya yang masih muda. Ketika Yahya as kecil diajak bermain oleh teman-temannya, ia menjawab, “Kita tidak diciptakan oleh Allah untuk bermain.”
“Al hanan” dalam ayat di atas bermakna kecintaan atau sifat kasih sayang. “Zakat” bermakna bersih hati dan terhindar dari segala sifat buruk. Sedangkan “taqiyan” adalah taat kepada Allah dengan mematuhi segala perintah dan meninggalkan laranganNya.
Allah menyebutkan bahwa Nabi Yahya as taat dan berbakti pada orang tuanya. Bahkan Allah menjamin keselamatan dan kesejahteraan bagi Nabi Yahya as pada 3 waktu yang amat penting yaitu pada hari lahirnya, hari wafatnya, dan hari dibangkitkan kembali.



1.6 Riwayat tentang Kematian Nabi Zakaria

Wahab bin Munabbih meriwayatkan sejumlah keterangan yang berbeda-beda tentang bagaimana Nabi Zakaria meninggal, baik meninggal secara wajar maupun dibunuh. Keterangan pertama, Nabi Zakaria dikejar oleh kaumnya dan bersembunyi di dalam pohon. Lalu kaumnya menggergaji pohon tersebut. Saat gergaji hampir mengenai dirinya, Allah berfirman, “Apabila eranganmu tidak berhenti, maka Aku akan membalikkan negerimu dan semua orang di atasnya.” Maka Nabi Zakaria berhenti mengerang, dan ia pun terbelah menjadi dua.
Adapun keterangan yang kedua menyebutkan bahwa yang dibunuh di dalam pohon adalah Yesaya, sedangkan Nabi Zakaria meninggal secara wajar.

1.7 Wasiat Nabi Zakaria dan Nabi Yahya

Rasulullah SAW bersabda, “ Allah memerintahkan Yahya bin Zakaria melaksanakan lima perkara dan menyuruhnya memberi tahu bani Israil untuk menunaikan perintah tersebut. Namun, Yahya tidak segera melaksanakan perintah itu. Nabi Isa lalu berkata, “Sesungguhnya Allah telah memerintahkan engkau menunaikan lima perkara dan memberitahukan perkara tersebut kepada bani Israil untuk dilaksanakan. Bagaimana jika aku atau engkau yang menyampaikannya?”
Yahya lantas menjawab, “Aku takut jika engkau mendahuluiku, aku akan ditenggelamkan dan diazab.” Lalu Yahya bin Zakaria pun mengumpulkan bani Israil di Baitul Maqdis hingga masjid penuh. Dia duduk dan mulai berkata, “Sesungguhnya Allah telah memerintahkanku melaksanakan lima perkara dan menyuruh kalian untuk menunaikannya juga ...

Pertama, hendaklah kalian menyembah Allah dan tidak menyekutukanNya dengan apapun. Orang yang menyekutukan Allah diumpamakan seperti seseorang yang membeli budak dengan hartanya yang paling bersih, emas atau uang. Dia lalu berkata kepada budaknya, ‘Ini adalah rumah dan pekerjaanku. Sekarang kerjakanlah untukku.’ Akan tetapi, budak itu justru mengabdi dan melaksanakan perintah orang lain. Maka siapakah diantara kalian yang rela hambanya berbuat demikian?

Kedua, Allah memerintahkan kalian untuk mendirikan shalat. Jika kalian shalat, janganlah berpaling karena Dia menghadapkan wajahNya kepada wajah hambaNya yang sedang shalat selama hambaNya tidak berpaling.

Ketiga, Allah memerintahkan kalian untuk berpuasa. Orang yang menunaikannya diibaratkan seperti seseorang yang memiliki bingkisan dalam sebuah kelompok. Di dalam bingkisan itu terdapat minyak kasturi. Semua orang takjub dengan keharuman minyak tersebut. Sesungguhnya aroma mulut orang berpuasa di sisi Allah itu lebih harum dibanding minyak kasturi.

Keempat, hendaklah kalian membayar zakat (sedekah). Perumpamaan orang yang bersedekah itu seperti orang yang ditawan musuh, tangannya diikat ke leher lalu lehernya hendak dipenggal. Lalu sedekah itu mendatanginya dan berkata, “Aku menebusnya dari kalian dengan sedikit maupun banyak.” Maka dia telah menebus dirinya sendiri dari para musuh.

Kelima, Allah menyuruh kalian untuk mengingatNya. Orang yang mengingat Allah diumpamakan orang-orang yang keluar dengan cepat dari tawanan musuh. Jika dia telah sampai pada sebuah benteng yang terjaga, maka dirinya pun terjaga dari para musuh itu. Begitu pula dengan seorang hamba, dia tidak akan terjaga dari setan kecuali dengan berdzikir kepada Allah.”

Kemudian Nabi SAW melanjutkan, “Aku juga akan memberitahukan lima perkara yang diperintahkan Allah kepadaku untuk memerintahkannya kepada kalian, yaitu : untuk selalu berada dalam ajaran jamaah (ulama salaf seperti para sahabat); untuk selalu patuh (pada penguasa yang mengajak untuk tunduk pada Allah); untuk selalu taat; untuk berhijrah; dan untuk berjihad di jalan Allah.
Sesungguhnya orang yang keluar dari jamaah sejengkal saja, maka ia telah melepaskan tali kekang Islam dari lehernya, kecuali jika ia kembali lagi ke jama’ah. Barangsiapa berprilaku jahil, maka ia menjadi batu bakar neraka jahanam. Para sahabat bertanya, ‘Meskipun ia selalu shalat dan puasa, ya Rasulullah?’
Nabi menjawab, ‘Ya. Meskipun orang itu selalu shalat dan puasa. Dan janganlah kalian mengikuti kebiasaan orang-orang jahil yang fanatik dengan suku dan memanggil dengan sebutan suku. Ia mengira bahwa dirinya adalah muslim, padahal bukan. Oleh karena itu, panggillah kaum muslimin dengan nama-nama yang diberikan Allah kepada kaum muslimin, yaitu “muslimin”, “mukminin”, dan “ ’ibadallah”.

Begitulah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Ya’la dan diriwayatkan pula oleh Tirmidzi.













DAFTAR PUSTAKA

Kisah Para Nabi, Imam Ibnu Katsir
Atlas Sejarah Para Nabi dan Rasul, Sami bin Abdullah Al Maghlouth